FAKTACIREBON.ID – Restorative justice DPRD Cirebon menjadi sorotan utama setelah kasus keterlibatan anak di bawah umur dalam aksi demonstrasi pada 28 Agustus 2025. Aksi tersebut berujung kerusuhan dan penjarahan, sehingga mengundang perhatian publik.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Sophi Zulfia, menekankan pentingnya langkah pembinaan bagi anak-anak yang terjerat kasus hukum. Menurutnya, generasi muda tidak boleh dibiarkan terseret dalam perilaku destruktif. “Mereka adalah calon pemimpin, tanggung jawab kita membimbing,” ujarnya dalam pernyataan resmi.
Sophi juga menambahkan, sinergi antara DPRD, pemerintah daerah, aparat hukum, dan masyarakat sangat penting. Pendekatan edukatif dinilai bisa menyelamatkan masa depan anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, mengungkapkan ada 13 pelajar yang diamankan. Untuk membina mereka, Polresta menyelenggarakan program pesantren kilat khusus ABH. “Sudah ada empat angkatan dengan lebih dari 160 pelajar mengikuti,” jelasnya.
Program ini memberikan pembekalan moral, spiritual, dan kesadaran hukum agar anak-anak menyadari kesalahan dan tak mengulanginya.
Langkah tersebut mendapat apresiasi dari Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi. Dalam kunjungannya, ia menilai restorative justice lebih tepat dibanding penghukuman penuh. “Pendekatan ini fokus pada pemulihan, bukan sekadar hukuman,” katanya.
Fauzi juga mengingatkan pentingnya keterlibatan orang tua dan sekolah dalam mendidik anak-anak. Menurutnya, penyampaian aspirasi adalah hak warga, namun harus dilakukan dengan tertib tanpa tindakan anarkis.
Penerapan restorative justice menjadi bukti bahwa masa depan anak-anak masih bisa diselamatkan. Dengan pendekatan humanis, kasus hukum dapat berubah menjadi momentum edukasi dan investasi sosial untuk Cirebon.